TERUNGKAPNYA kasus perundungan (bullying) di sebuah SMP di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, sangat mencengangkan kita. Karena kasus tersebut dinilai merupakan bagian kecil saja dari kasus perundungan yang terlihat di permukaan.
Hal ini disampaikan oleh Pakar Pendidikan, Dosen Pascasarjana Universitas PTIQ Jakarta, Susanto, pada Selasa (3/10).
Diketahui kasus perundungan di SMPN 2 Cimanggu tengah diusut karena sebuah video mengenai perundungan tersebut viral di jagat media sosial. Dua orang pelaku telah ditetapkan dalam kasus tersebut. Kemudian video perundungan oleh kelompok yang sama juga kembali beredar di dunia maya, dan menjadi bagian dari penyelidikan kepolisian setempat.
“Sejatinya, kasus bullying terjadi di sejumlah titik sekolah yang kadang tak diketahui oleh publik. Sejumlah kasus bullying juga terjadi di tingkat PAUD, Sekolah Dasar, SMP, bahkan SMA/SMK,” ujar Susanto.
Menurut Susanto, untuk mengatasi darurat perundungan di Indonesia, perlu langkah-langkah fundamental. Pertama, revisi Perkominfo No 11 Tahun 2016. Menurutnya regulasi ini cenderung melihat permainan kekerasan dengan pendekatan klasifikasi. Padahal seharusnya usia berapapun selagi masih usia anak tetap tak dibenarkan mengakses konten kekerasan apalagi sadisme agar anak tidak terimitasi.
“Game berkonten kekerasan dan sadisme, harus dipandang bukan materi permainan tapi materi negatif yang tak boleh dilihat apalagi dimainkan usia anak. Saya optimis, Pak Menkominfo memiliki perhatian dan keberanian melakukan revisi tersebut,” tutur Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Periode 2017 – 2022 ini.